Kamis, 26 Agustus 2010

Erwin Arnada Ajukan PK

Erwin Arnada Ajukan PK kasus majalah palyboy memang belum ada penyelesainya, kasus pornografi Playboy yang mereka laporkan 2006, ternyata sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung. Putusan perkara nomor 927K/Pid/2008 itu menyatakan Erwin Arnada bersalah atas pelanggaran kesusilaan. Dia dihukum dua tahun penjara. Keputusan dibuat pada tanggal 29 Juli 2009. "Tapi hingga kini tidak pernah ditahan," kata Rizieq. Keputusan dibuat oleh Hakim Mansur Kartayasa dan anggota Abbas Said dan Imam Haryadi.

Maka Rizieq meminta 4,5 juta anggota FPI yang ada di seluruh Indonesia untuk mencari keberadaan Erwin. "Kepada Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Imigrasi, untuk mencabut paspor dan memasukannya dalam daftar cekal," ujar Rizieq.

Untuk Menanggapi hal tersebut Ketua Dewan Pers, Bagir Manan menganjurkan Pemimpin Redaksi majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA).

"Terlepas setuju atau tidak setuju, kita wajib menghormati putusan hukum," kata Bagir ketika dihubungi Tempo hari ini, Kamis (26/8).

Bagir yang juga merupakan mantan Ketua MA ini menganjurkan Erwin untuk mengajukan PK. "Masih ada upaya hukum yang dapat dilakukan," ujarnya.

Bagir juga menjanjikan akan memberi perhatian pada kasus ini. "Kami akan membantu menyiapkan PK supaya memiliki dasar yang kuat," ujarnya lagi.

Dijelaskan oleh Bagir, yang penting adalah meyakinkan Mahkamah Agung bahwa yang dilakukan Majalah Playboy masih tugas jurnalistik, sehingga undang-undang yang harus digunakan adalah UU Pers.

Dalam kasus ini, pasal yang digunakan untuk menjerat Erwin adalah Pasal 282 KUHP tentang kesusilaan. Menurut Bagir, penggunaan undang-undang pidana untuk penyelesaian kasus pers tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk kriminalisasi pers.

Menurut Bagir, UU Pers sebenarnya sudah mengakomodir masalah kesusilaan. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pers wajib menghormati nilai-nilai agama, kesusilaan, keamanan, dan ketertiban negara. "Dalam kode etik jurnalistik juga ada," tambahnya.